Sabtu, 12 Oktober 2013

TERORISME HARUS DILAWAN

TERORISME HARUS DILAWAN


Tiga buah bom meledak dalam waktu yang hampir
bersamaan di Denpasar, Bali. Lebih dari 180 orang menjadi
korban, termasuk sangat banyak orang yang mati seketika.
Jelas ini adalah bagian mengerikan dari tindakan teror yang
selama belasan bulan ini menggetarkan perasaan kita sebagai
warga masyarakat. Penulis berkali-kali meminta agar pihak keamanan
mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna
menghindarkan terjadinya hal itu. Termasuk mengambil langkah-
langkah preventif, antara lain menahan orang-orang yang
keluyuran di negeri kita membawa senjata tajam, membuat bombom
rakitan, memproduksi senjata-senjata yang banyak ragamnya.
Namun pihak keamanan merasa tidak punya bukti-bukti
legal yang cukup untuk mengambil tindakan hukum terhadap
mereka. Mungkin di sinilah terletak pokok permasalahan yang
kita hadapi. Kita masih menganut kebijakan-kebijakan punitif
dan kurang memberikan perhatian pada tindakan-tindakan preventif,
kalau belum ada bukti legal yang cukup tidak dilakukan
penangkapan. Ini jelas kekeliruan yang menyebabkan hilangnya
rasa hormat pada aparat negara. Hal lainnya adalah, dalam kehidupan
sehari-hari begitu banyak pelanggaran hukum dilakukan
oleh aparat keamanan, sehingga mereka pun tidak dapat melakukan
tindakan efektif untuk mencegah tindakan teror yang dilakukan orang. Itupun tidak bisa dibenahi oleh sistem politik
kita yang sekarang, karena banyak sekali pelanggaran politik
dilakukan oleh oknum-oknum pemerintah.
Sikap menutup mata oleh aparat keamanan kita terhadap
hal-hal yang tidak benar, juga terjadi dalam praktek kehidupan
sehari-hari di masyarakat. Apabila akan diambil tindakan hukum
terhadap aparat, banyak pihak lalu melakukan sesuatu untuk
“menetralisir” tindakan itu. Kasus bentroknya Batalyon Linud
(Lintas Udara) Angkatan Darat dengan aparat kepolisian di
Binjai, Sumatra Utara, dapat dijadikan contoh. Mereka melakukan
tindakan “netralisasi” terhadap langkah-langkah hukum, karena
para anggota batalyon itu menyaksikan sendiri bagaimana para
perwira AD dan Polri melakukan dukungan (backing) bagi kelompok-
kelompok pelaksana perjudian dan pengedar narkoba, tanpa
ada tindakan hukum apapun terhadap orang-orang itu.
Masalah yang timbul kemudian, adalah bagaimana mereka
dapat mencegah kelompok-kelompok lain untuk mempersiapkan
tindakan teror terhadap masyarakat, termasuk warga asing. Sikap
tutup mata itu sudah menjadi demikian luas sehingga tidak ada
pihak keamanan yang berani bertindak terhadap kelompokkelompok
seperti itu. Kalaupun ada aparat keamanan yang bersih,
dapat dimengerti keengganan mereka melakukan tindakan
preventif, karena akan berarti kemungkinan berhadapan dengan
atasan atau teman sejawatnya sendiri. Dalam hal ini berlakulah
pepatah “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Inilah
apa yang terjadi di pulau Bali itu, jadi tidak usah heran jika hal
itu terjadi, bahkan yang harus diherankan, mengapakah hal ini
baru terjadi sekarang.
Salah satu tanda dari “paralyse” (kelumpuhan) tadi, adalah
hubungan sangat baik antara aparat keamanan dengan pihakpihak
teroris dan preman sendiri. Seolah-olah mereka mendapatkan
kedudukan terhormat dalam masyarakat, karena kemanapun
ke-premanan mereka ditutupi. Bahkan ada benggolan
preman yang berpidato di depan agamawan, seolah-olah dia lepas dari hukum-hukum sebab-akibat. Herankah kita jika
orang tidak merasa ada gunanya melakukan tindakan
preventif? Padahal hakikat tindakan itu adalah mencegah
dilakukannya langkah-langkah melanggar hukum, dengan
terciptanya rasa malu pada diri calon-calon pelanggar
kedaulatan hukum.
Kalau orang merasa terjerumus menjadi preman atau teroris,
herankah kita jika ada pihak keamanan yang justru takut dan
bukannya melawan mereka? Apalagi kalau Wakil Presidennya
menerima para teroris di kantor dan memperlakukan seolah-olah
pahlawan? Bukankah ini berarti pelecehan yang sangat serius
dalam kehidupan bermasyarakat kita, kesalahan sikap ini ditutup-
tutupi pula oleh anggapan bahwa Amerika Serikat-lah
yang bersekongkol dengan TNI untuk menimbulkan hal-hal di
atas guna melaksanakan “rencana jahat” dari CIA (Central
Inteligence Agency)? Teori ini harus diselidiki secara mendalam,
namun masing-masing pihak tidak perlu saling menunggu. Inilah
prinsip yang harus dilakukan.
Memang setelah bertahun-tahun, hal semacam ini baru dapat
diketahui sebagai kebijakan baru di bidang keamanan, guna
memungkinkan tercapainya ketenangan yang benar-benar tangguh.
Sudah tentu, sebuah kebijakan harus benar-benar sesuai
dengan kebutuhan yang ada, dalam hal ini keperluan akan tindakan-
tindakan untuk mencegah terulangnya kejadian seperti
di Bali itu. Karenanya tindakan preventif harus diutamakan, guna
menghindarkan vakum kekuasaan keamanan terlalu lama. Kebutuhan
itu megharuskan kita segera mencapai kesepakatan, mengatasi
kekosongan kekuasaan keamanan yang terlalu lama dapat
berakibat semakin beraninya pihak-pihak yang melakukan
destabilisasi di negeri kita.
Untuk itu diperlukan beberapa tindakan yang dilakukan
secara simultan (bersama-sama). Pertama, harus dilakukan upaya
nyata untuk menghentikan KKN oleh birokrasi negara. Dengan
adanya KKN, birokrasi pemerintah tidak akan dapat menjalankan tugas secara adil, jujur dan sesuai dengan undang-undang yang
ada. Kedua, persamaan perlakuan bagi semua warga negara
di muka undang-undang tidak akan dapat terlaksana jika KKN
masih ada. Dengan demikian, menciptakan kebersihan di
lingkungan sipil dan militer merupakan persyaratan utama bagi
penegakan demokrasi di negeri kita.
Syarat ketiga yang tidak kalah penting adalah kebijakan
yang sesuai dengan kebutuhan dan kenyataan yang ada. Kita
tidak dapat membuat istana di awang-awang, melainkan atas
kenyataan yang ada di bumi Indoesia. Karena itulah, dalam sebuah
surat kepada mantan Presiden HM. Soeharto, penulis
mengatakan bahwa kita harus siap untuk memaafkan dalam masalah
perdata para konglomerat yang tidak mengembalikan
pinjaman mereka pada bank-bank pemerintah, asalkan uang hasil
pinjaman itu dikonversikan menjadi kredit murah bagi usaha
kecil dan menengah (UKM). Soal-soal pidana menjadi tanggung
jawab aparat hukum yang ada, dan tidak pantas dicampuri baik
oleh pihak eksekutif maupun legislatif. Resep ini memang terasa
terlalu sumir dan elitis, tetapi memberikan harapan cukup untuk
tetap menciptakan keamanan dan dalam menopang kebangkitan
kembali ekonomi nasional kita.

sumber ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA

0 komentar:

Posting Komentar

 

Copyright © ISLAM UNTUK SEMUA Design by O Pregador | Blogger Theme by Blogger Template de luxo | Powered by Blogger